Sebagian
besar orang melewatkan malam tahun baru (masehi) dengan moment special, momen
berbahagia bersama orang-orang terdekat. Banyak orang menganggap tahun baru (masehi)
sebagai perayaan universal, simbol pergantian masa yang penting dari hari-hari
yang berlalu dan saat menyongsong harapan baru. Dengan anggapan ini pula tahun
baru dirayakan sebagian besar umat di dunia maka tradisi ini saya sebut saja
sebagai “Lebaran Sejuta Umat”.
Betulkah tahun baru masehi sebagai perayaan yang layak untuk disebut “Lebaran Sejuta Umat” yang sifatnya universal bagi semua kalangan? Untuk itu tentunya penting bagi kita mengetahui dari manakah asal muasal momen perayaan dengan anggapan “Lebaran sejuta umat” ini? Dan bagaimanakah momen yang kerap kita lewati bersama dengan perayaan special dan suka cita ini bisa terlahir dan lestari?
Memang
tahun Masehi yang kita pedomani sehari-hari merupakan tahun yang paling populer
di sebagian besar wilayah di dunia. Terbukti bila kita mencocokkan kalender
yang kita pakai dengan kalender yang digunakan masyarakat di negara-negara
lain, mereka pun menyelenggarakan agenda perayaan untuk menyambut momen yang
satu ini.
Moyang
dari system penanggalan masehi bernama penanggalan ‘Julian’ atau ‘kalender
Julian’. Dapat ditebak dari namanya
penaggalan ini dibuat oleh seorang pendiri kekaisaran Romawi kuno ‘Julius Caesar’. Kekaisaran Romawi kuno
saat itu menganut agama pagan atau ajaran paganisme, yaitu meyembah dewa
matahari. Dikarenakan matahari sebagai dewa yang mereka sembah, Julius Caesar
sebagai pemimpin Romawi bersama dengan penasihatnya, astronom Sosigense menghitung lamanya peredaran matahari mengelilingi bumi
dan menggunakannya sebagai alat penanggalan hari.
Penanggalan Masehi memiliki
akar dan ikatan yang kuat dengan tradisi astrologi Mesir Kuno, Mesopotamia,
Babel, Yunani dan Romawi Kuno. Nama-nama bulan seperti Januari, Februari,
Maret, Mai dan Juni diambil dari nama-nama dewa kepercayaan bangsa Romawi
sedangkan bulan-bulan lainnya diambil dari nama kaisar yang pernah berkuasa contohnya
Juli, Agustus, Oktober, dan nama bulan-bulan yang berikutnya seperti September,
November diambil dari nama jumlah bilangan bulan tersebut.
Seiring
perjalanan waktu dimana penyebar agama Kristen konon tengah mendekati
kekaisaran Romawi Kuno, maka seorang biarawan katolik dari abad ke- 6 bernama Dionysius Exignus ditugaskan oleh pimpinan gereja untuk mencari
titik tolak tahun kelahiran Yesus Kristus.
Masehi
berasal dari bahasa Arab ‘Al-Masih’
yang artinya Pembasuh, Pembabtis atau Penyelamat, yang oleh umat Kristiani
adalah Tuhan atau Juru selamat sedangkan oleh umat muslim dipercaya sebagai sebagai
penyelamat yang akan diturunkan Allah kembali sebagai saksi kebenaran-Nya menjelang
hari akhir (kiamat).
Masa sebelum kelahiran Yesus disebut bangsa Romawi sebagai masa SM
(Sebelum Masehi). Semua peristiwa dunia sebelumnya dihitung mundur dengan sebuah
gagasan teologis Yesus sebagai penggenapan dan pusat sejarah dunia. Tahun
kelahiran Yesus dihitung sebagai tahun
pertama atau awal perjanjian baru 1 Masehi. Dalam dunia internasional (yang dikenalkan
oleh Bangsa-bangsa Eropa yang mayoritas Kristen) dengan AD yaitu Anno Domini
atau yang artinya tahun Tuhan Kita sedangkan sebelum masehi dikenal dengan BC
yaitu Before Christ atau yang dikenal dengan istilah tahun sebelum kelahiran
Yesus Kristus.
Pada
kenyataanya pada tahun-tahun mendatang penetapan yang dilakukan oleh biarawan
Dionysius Exiguus tentang tahun kelahiran Yesus dianggap tidak tepat karena
terdapat banyak perbedaan dengan kabar yang diungkapkan oleh saksi sejarah
lainnya. Kemudian sistem penanggalan kalender berdasarkan kelahiran yesus ini
pun dirubah kembali oleh Paus (biarawan) Gregorius yang kemudian kalender ini
dikenal juga dengan nama kalender Gregorian.
Namun,
beberapa perbedaan yang tidak diubah disesuaikan dengan beberapa literature
membuat kejanggalan-kejanggalan antara lain dipertanyakan mengapa kelahiran
Yesus diperingati setiap tanggal 25 desember, bukan setiap tanggal 1 januari,
mengingat tahun masehi dibuat sebagai penanda awal kelahiran Yesus. Dalam hal
ini artinya angka penanggalan masehi di seluruh dunia harus diralat,
dan dimajukan 6 hari. Yang kedua, penetapan tahun 1 Masehi kontradiktif dengan
Bibel (Alkitab), kitab suci kristiani. Bibel mengisahkan bahwa Yesus lahir pada
zaman Raja Herodes (Matius 2:1). Padahal sejarah mencatat bahwa Raja Herodes
hidup dari tahun 37 SM sampai tahun 4 SM (Kamus Alkitab, hal. 343).
Data ini diperkuat oleh sejarawan Yahudi yang bernama Flavius
Yosefus, bahwa raja Herodes meninggal dunia pada tahun 4 SM.
Dengan data ini, jelaslah bahwa tanggal 1 Masehi Yesus telah lahir
karena tahun 4 SM Herodes sudah meninggal. Otomatis, berdasarkan ayat Bibel
tersebut, Yesus harus lahir selambat-lambatnya tahun 4 SM.
Jika ayat Bibel benar maka umat Kristen harus meralat kalender masehi
di seluruh dunia dengan memajukan empat tahun. Dengan kata lain, menurut Bibel,
Tahun 2012 ini yang benar adalah tahun 2016.
Penyataan tentang
kekeliruan penanggalan Kristen disampaikan pula oleh John Barton. Menurut
profesor pakar tafsir naskah-naskah suci Kristen di Oriel College, Universitas
Oxford, itu kebanyakan akademisi sepakat dengan Paus bahwa kalender Kristen
salah, dan bahwa Yesus dilahirkan beberapa tahun lebih awal dibanding yang
disangka orang selama ini. Kemungkinan, kata Barton, Yesus dilahirkan antara
tahun 6SM dan 4SM.
“Di Bibel tidak ada refensi yang menyebukan kapan dia dilahirkan –semua
yang kita tahu hanyalah Dia dilahirkan pada masa Herod yang Agung, yang wafat
sebelum 1M,” katanya Barton kepada Daily
Telegraph. “Sudah sejak lama diduga bahwa Yesus dilahirkan sebelum 1M.
Tidak seorang pun yang tahu kepastiannya.”
Pemikiran bahwa Yesus
dilahirkan pada 25 Desember juga tidak memiliki basis fakta sejarah. “Kami bahkan tidak tahu pada musim apa dia
(Yesus) dilahirkan. Semua pemikiran tentang perayaan kelahirannya selama masa
paling gelap dari sepanjang tahun, kemungkinan berkaitan dengan tradisi pagan
dan titik balik matahari di musim dingin.” jelas Barton.
Negara-negara Eropa
telah menanamkan pengaruh besarnya pada sebagian besar Negara jajahannya,
termasuk Indonesia. Indonesia yang sebagian besar penduduknya menganut ajaran Islam
tak terelakkan mewarisi dan mengikuti tradisi dan trend Negara-negara Eropa
tanpa mengindahkan jati dirinya sebagai umat muslim. Sedangkan banyak
dikalangan umat muslim pula yang mayoritas merasa tertinggal dalam bidang
tekhnologi, perekonomian dan pendidikan mengikuti tradisi bangsa Eropa
dikarenakan kekaguman akan kemajuan peradabannya.
Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ
فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan
mereka”.(H.R Abu Daud).
Padahal sesungguhnya
pengaruh-pengaruh yang ditanamkan bangsa-bangsa Eropa tersebut yang menjauhkan
umat muslim dari akidah dan keislamannya sendiri. Menjadikan umat muslim
sekuler jauh yaitu dari agama Islam, tidak berjati diri, mudah terombang ambing,
yang justru dapat menjauhkannya dari kemajuan-kemajuan peradaban.
Seperti yang kita ketahui bangsa barat
memperoleh awal masa-masa gemilang dan keluar dari reinasance setelah
memperoleh pencerahan pada masa kejayayaan peradaban Islam. Sedangkan peradaban
Islam mengalami kemunduran setelah umat muslim bercerai berai, saling memperebutkan kekuasaan, dan digempur
bangsa barat. Setelah masa itu umat
islam tidak lagi memegang teguh keislamannya sehingga yang terjadi kemunduran-kemunduran
dibidang peradaban, penjajahan fisik dan kebudayaan (mental) oleh bangsa-bangsa
barat.
Baiklah, bagaimana
dengan Tahun Baru (masehi) tahun depan? , apakah kita masih akan memperingatinya
sebagai “Lebaran” sebagaimana sejarahnya terlahir dan atau mulai memperbaiki
tradisi kita dengan mempelajari penanggalan Islam?
Selamat
menentukan J
Tidak ada komentar:
Posting Komentar