Senin, 07 Januari 2013

Lebaran Sejuta Umat












Sebagian besar orang melewatkan malam tahun baru (masehi) dengan moment special, momen berbahagia bersama orang-orang terdekat. Banyak orang menganggap tahun baru (masehi) sebagai perayaan universal, simbol pergantian masa yang penting dari hari-hari yang berlalu dan saat menyongsong harapan baru. Dengan anggapan ini pula tahun baru dirayakan sebagian besar umat di dunia maka tradisi ini saya sebut saja sebagai “Lebaran Sejuta Umat”.

Betulkah tahun baru masehi sebagai perayaan yang layak untuk disebut “Lebaran Sejuta Umat” yang sifatnya universal bagi semua kalangan? Untuk itu tentunya penting bagi kita mengetahui dari manakah asal muasal momen perayaan dengan anggapan “Lebaran sejuta umat” ini? Dan bagaimanakah momen yang kerap kita lewati bersama dengan perayaan special dan suka cita ini bisa terlahir dan lestari?

Memang tahun Masehi yang kita pedomani sehari-hari merupakan tahun yang paling populer di sebagian besar wilayah di dunia. Terbukti bila kita mencocokkan kalender yang kita pakai dengan kalender yang digunakan masyarakat di negara-negara lain, mereka pun menyelenggarakan agenda perayaan untuk menyambut momen yang satu ini.

Moyang dari system penanggalan masehi bernama penanggalan ‘Julian’ atau ‘kalender Julian’.  Dapat ditebak dari namanya penaggalan ini dibuat oleh seorang pendiri kekaisaran Romawi kuno ‘Julius Caesar’. Kekaisaran Romawi kuno saat itu menganut agama pagan atau ajaran paganisme, yaitu meyembah dewa matahari. Dikarenakan matahari sebagai dewa yang mereka sembah, Julius Caesar sebagai pemimpin Romawi bersama dengan penasihatnya, astronom Sosigense menghitung lamanya peredaran matahari mengelilingi bumi dan menggunakannya sebagai alat penanggalan hari.

Penanggalan Masehi  memiliki akar dan ikatan yang kuat dengan tradisi astrologi Mesir Kuno, Mesopotamia, Babel, Yunani dan Romawi Kuno. Nama-nama bulan seperti Januari, Februari, Maret, Mai dan Juni diambil dari nama-nama dewa kepercayaan bangsa Romawi sedangkan bulan-bulan lainnya diambil dari nama kaisar yang pernah berkuasa contohnya Juli, Agustus, Oktober, dan nama bulan-bulan yang berikutnya seperti September, November diambil dari nama jumlah bilangan bulan tersebut.

Seiring perjalanan waktu dimana penyebar agama Kristen konon tengah mendekati kekaisaran Romawi Kuno, maka seorang biarawan katolik dari abad ke- 6 bernama Dionysius Exignus ditugaskan oleh pimpinan gereja untuk mencari titik tolak tahun kelahiran Yesus Kristus.

Masehi berasal dari bahasa Arab ‘Al-Masih’ yang artinya Pembasuh, Pembabtis atau Penyelamat, yang oleh umat Kristiani adalah Tuhan atau Juru selamat sedangkan oleh umat muslim dipercaya sebagai sebagai penyelamat yang akan diturunkan Allah kembali sebagai saksi kebenaran-Nya menjelang hari akhir (kiamat).

Masa sebelum kelahiran Yesus disebut bangsa Romawi sebagai masa SM (Sebelum Masehi). Semua peristiwa dunia sebelumnya dihitung mundur dengan sebuah gagasan teologis Yesus sebagai penggenapan dan pusat sejarah dunia. Tahun kelahiran Yesus dihitung sebagai  tahun pertama atau awal perjanjian baru 1 Masehi. Dalam dunia internasional (yang dikenalkan oleh Bangsa-bangsa Eropa yang mayoritas Kristen) dengan AD yaitu Anno Domini atau yang artinya tahun Tuhan Kita sedangkan sebelum masehi dikenal dengan BC yaitu Before Christ atau yang dikenal dengan istilah tahun sebelum kelahiran Yesus Kristus.


Pada kenyataanya pada tahun-tahun mendatang penetapan yang dilakukan oleh biarawan Dionysius Exiguus tentang tahun kelahiran Yesus dianggap tidak tepat karena terdapat banyak perbedaan dengan kabar yang diungkapkan oleh saksi sejarah lainnya. Kemudian sistem penanggalan kalender berdasarkan kelahiran yesus ini pun dirubah kembali oleh Paus (biarawan) Gregorius yang kemudian kalender ini dikenal juga dengan nama kalender Gregorian.

Namun, beberapa perbedaan yang tidak diubah disesuaikan dengan beberapa literature membuat kejanggalan-kejanggalan antara lain dipertanyakan mengapa kelahiran Yesus diperingati setiap tanggal 25 desember, bukan setiap tanggal 1 januari, mengingat tahun masehi dibuat sebagai penanda awal kelahiran Yesus. Dalam hal ini artinya angka penanggalan masehi di seluruh dunia harus diralat, dan dimajukan 6 hari. Yang kedua, penetapan tahun 1 Masehi kontradiktif dengan Bibel (Alkitab), kitab suci kristiani. Bibel mengisahkan bahwa Yesus lahir pada zaman Raja Herodes (Matius 2:1). Padahal sejarah mencatat bahwa Raja Herodes hidup dari tahun 37 SM sampai tahun 4 SM (Kamus Alkitab, hal. 343).

Data ini diperkuat oleh sejarawan Yahudi yang bernama Flavius Yosefus, bahwa raja Herodes meninggal dunia pada tahun 4 SM.
Dengan data ini, jelaslah bahwa tanggal 1 Masehi Yesus telah lahir karena tahun 4 SM Herodes sudah meninggal. Otomatis, berdasarkan ayat Bibel tersebut, Yesus harus lahir selambat-lambatnya tahun 4 SM.
Jika ayat Bibel benar maka umat Kristen harus meralat kalender masehi di seluruh dunia dengan memajukan empat tahun. Dengan kata lain, menurut Bibel, Tahun 2012 ini yang benar adalah tahun 2016.   

Penyataan tentang kekeliruan penanggalan Kristen disampaikan pula oleh John Barton. Menurut profesor pakar tafsir naskah-naskah suci Kristen di Oriel College, Universitas Oxford, itu kebanyakan akademisi sepakat dengan Paus bahwa kalender Kristen salah, dan bahwa Yesus dilahirkan beberapa tahun lebih awal dibanding yang disangka orang selama ini. Kemungkinan, kata Barton, Yesus dilahirkan antara tahun 6SM dan 4SM.

“Di Bibel tidak ada refensi yang menyebukan kapan dia dilahirkan –semua yang kita tahu hanyalah Dia dilahirkan pada masa Herod yang Agung, yang wafat sebelum 1M,” katanya Barton kepada Daily Telegraph. “Sudah sejak lama diduga bahwa Yesus dilahirkan sebelum 1M. Tidak seorang pun yang tahu kepastiannya.”

Pemikiran bahwa Yesus dilahirkan pada 25 Desember juga tidak memiliki basis fakta sejarah. “Kami bahkan tidak tahu pada musim apa dia (Yesus) dilahirkan. Semua pemikiran tentang perayaan kelahirannya selama masa paling gelap dari sepanjang tahun, kemungkinan berkaitan dengan tradisi pagan dan titik balik matahari di musim dingin.” jelas Barton.

Negara-negara Eropa telah menanamkan pengaruh besarnya pada sebagian besar Negara jajahannya, termasuk Indonesia. Indonesia yang sebagian besar penduduknya menganut ajaran Islam tak terelakkan mewarisi dan mengikuti tradisi dan trend Negara-negara Eropa tanpa mengindahkan jati dirinya sebagai umat muslim. Sedangkan banyak dikalangan umat muslim pula yang mayoritas merasa tertinggal dalam bidang tekhnologi, perekonomian dan pendidikan mengikuti tradisi bangsa Eropa dikarenakan kekaguman akan kemajuan peradabannya.

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka”.(H.R Abu Daud).

Padahal sesungguhnya pengaruh-pengaruh yang ditanamkan bangsa-bangsa Eropa tersebut yang menjauhkan umat muslim dari akidah dan keislamannya sendiri. Menjadikan umat muslim sekuler jauh yaitu dari agama Islam, tidak berjati diri, mudah terombang ambing, yang justru dapat menjauhkannya dari kemajuan-kemajuan peradaban.

 Seperti yang kita ketahui bangsa barat memperoleh awal masa-masa gemilang dan keluar dari reinasance setelah memperoleh pencerahan pada masa kejayayaan peradaban Islam. Sedangkan peradaban Islam mengalami kemunduran setelah umat muslim bercerai berai,  saling memperebutkan kekuasaan, dan digempur bangsa barat.  Setelah masa itu umat islam tidak lagi memegang teguh keislamannya sehingga yang terjadi kemunduran-kemunduran dibidang peradaban, penjajahan fisik dan kebudayaan (mental) oleh bangsa-bangsa barat.

Baiklah, bagaimana dengan Tahun Baru (masehi) tahun depan? , apakah kita masih akan memperingatinya sebagai “Lebaran” sebagaimana sejarahnya terlahir dan atau mulai memperbaiki tradisi kita dengan mempelajari penanggalan Islam?
Selamat menentukan J




Tidak ada komentar:

Posting Komentar