Kamis, 14 Maret 2013

Perempuan antara Keluarga dan Karir



Perempuan antara Keluarga dan Karir....Wow...

Makhluk cantik itu bernama perempuan, sebuah raga dan jiwa yang diciptakan disamping penciptaan laki-laki. Perempuan dan Laki-laki keduanya sama-sama makhluk 
 penciptaan-Nya untuk mengisi bumi ini.

"Saya seorang perempuan, belum menikah, tapi bekerja". Coba bandingkan dengan kalimat " Saya seorang laki-laki, belum menikah, tapi bekerja". Dan akan saya buat kalimat yang lainnya...."Saya perempuan belum menikah, dan belum bekerja" dan coba bandingkan dengan kalimat "Saya laki-laki, belum menikah, dan belum bekerja." . Kira-kira apa respon anda terhadap pernyataan ini? tentu berbeda-beda...namun pada umumnya akan bilang.."Laki-laki ya bekerja doonk baru menikah" sementara untuk perempuan akan diberi nasihat "Udah menikah aja ga usah pikirin tentang pekerjaan"....Kayanya keduanya keduanya berbeda posisi.

 Saya lahir dari keluarga yang ayah dan ibu saya bekerja, saya memiliki satu adik laki-laki yang berbeda umur 9 tahun dari saya..tepatnya kami berdua adalah produk dari orang-orang tua yang cukup sibuk. Sejak kecil saya dan adik diasuh oleh seorang pengasuh yang didampingi oleh nenek saya ataupun saudara. Semasa saya kecil ibu saya bekerja di dua tempat.. pergi pagi dan pulang malam hari sampai usia saya masuk sekolah dasar, setelah saya sekolah dasar, ibu saya bekerja hanya di satu tempat. Bisa dibayangkan seperti apa kesibukan menjadi orang tua dalam hal mencukupi kebutuhan rumah tangga, saya sangat menghargainya.

Berbeda lagi dengan adik saya, saat umurnya 7 tahun ayah saya meninggal, Ibu saya menjadi orang tua tunggal. Keluarga berbalik tidak mendukung keadaan keluarga kami, kami pun berpindah-pindah tempat tinggal dan ibulah yang menjadi tulang punggung dalam keluarga. Subhanallah Ibu saya J.

Saya bukannya ingin bercerita tentang perjalanan keluarga saya namun saya ingin sharing tentang menjadi anak dari wanita karir. Sebagai anak dari Ibu yang bekerja saya dan adik tahu betul suka dukanya menjadi anak “woman career”.

Semasa kecil saya sering bermain sendiri, belajar mengenali lingkungan sendiri, dan menghabiskan waktu dengan tata cara yang saya sukai sendiri. Positifnya saya menjadi anak yang tidak cengeng, mudah di titipkan di rumah saudara, tidak takut pada keadaan-keadaan yang mengharuskan saya untuk sendiri, dan kreatif mengisi waktu saya sebagai diri sendiri. Negatifnya saya yang berbeda usia jauh dengan adik saya (karena program KB) mempunyai sifat manja dan sedikit kekanak-kanakan, sifat manja ini berlanjut menjadi anak yang agak semaunya, apa-apa harus ada, dan tidak mandiri. Apa-apa saya berteriak “Mbaaaaak…aku ambilin…(sesuatu)”. Beruntungnya saat saya menginjak usia SMP Ibu saya memaksa saya untuk tinggal di pesantren.

Walhasil keadaan pesantren yang berbeda jauh 180 derajat dengan di rumah membuat saya yang semula anak yang bossy “..Mbaaaak…ambilkan (sesuatu)…” menjadi anak yang istilahnya tobat.  Contohnya…,masakan tidak enak di pesantren mengajarkan saya menghargai  akan arti makanan-makanan sederhana, kehidupan penuh aturan di pesantren membuat saya mengerti akan berbagai aturan, pekerjaan pekerjaan rumah yang sebelumnya adalah suatu momok dan gengsi saya lakukan menjadi hal-hal lumrah untuk saya. Pesantren secara ajaib mengubah saya selama 3 tahun. Tentunya ini menyenangkan Ibu saya yang telah memaksa saya masuk pesantren.

Berbeda dengan adik saya, sejak kecil Ia sama seperti saya diasuh oleh asisten rumah tangga di rumah namun semenjak ayah saya meninggal, Ia berpindah-pindah pengasuh. Mula-mula, tante saya di datangan dari medan untuk mengasuhnya..namun kemudian hanya berlangsung 2 tahun adik Ibu itu saya tidak betah, karena konon cerita bahwa anak-anak yatim itu terkenal sebagai ujian bagi para pengasuhnya ternyata agak benar adanya. Tante saya kembali ke medan. Adik saya dititipkan Ibu saya pada nenek tiri saya di rumah kakek saya (dari pihak Ibu). Adik saya menjadi bintang perhatian dari nenek saya, walhasil jadilah ia anak yang di manja saat itu..

Saat umurnya menginjak SMP ibu saya memasukkannya ke pesantren di mana dahulu saya pernah dimasukan, namun ternyata output yang dihasilkan berbeda…adik saya saat itu menjadi “bintang” pesantren, menjadi santri “perhatian” ustad…dari pesantren pusat ia dipindah ke cabang-cabang pesantren lain dalam rangka penyadaran akan sikapnya yang suka kabur dari pesantren. Dalam hal pekerjaan rumah dan kebiasaan agaknya perilaku adik saya tidak banyak berubah sekeluarnya dari pesantren. Namun di usia memasuki  SMA, adik saya beruntung menemukan pembimbing/ guru ngaji dari pengajian di sekitar rumah. Perilaku adik saya membaik dan menjadi positif setelah banyak belajar tentang islam pada guru ngajinya. Sekarang adik saya bahkan terkadang bisa menjadi lebih dewasa dari saya dalam berkata dan bertindak.

Dari cerita itu saya menyadari bahwa hidup disandarkan pada idealisme dan realitas..Di satu sisi, perempuan diciptakan Allah sebagai makhluk yang sama dengan laki-laki, mempunyai keinginan dan kebutuhan untuk mempertahankan eksistensinya. Disisi lainnya bisnis utama/ kewajiban utama dari perempuan adalah keluarga (suami dan anak-anak).
Saya kuarang sepakat bila ada yang mengatakan “Bagi Ibu-ibu rumah tangga, memiliki uang mandiri adalah sesuatu”. Hal itu terkesan menafikan peran perempuan untuk bisa berbuat lebih disamping perannya dalam keluarga.

Memang banyak ibu-ibu karir temasuk mungkin Ibu saya yang kemudian terjebak dalam dilemma karirnya. Antara kebutuhan dan berada di tengah-tengah keluarga. Peran ibu memang sangat sentral dalam keluarga, seperti mana seperti saya dan yang adik saya alami seandainya saja tidak ada factor-faktor x (dari Allah) yang menolong kami, mungkin kami menjadi orang-orang yang salah jalan.

Pendidikan dan pembentukan karakter semasa kecil amat berpengaruh membentuk perilaku anak saat dewasa. Saya sendiri berkaca pada pengalaman saya, saya ingin jika berkeluaga nanti membimbing anak-anak saya sebagai anak-anak yang mandiri sedari kecil, tidak seperti saya pada waktu kecil.  Membimbing anak-anak saya menjadi anak yang bisa berdisiplin dengan dirinya sendiri tidak seperti saya di waktu kecil yang sering membuat aturan saya sendiri dan banyak hal lainnya yang merupakan kekurangan saya dimasa kecil.  Namun saya juga tidak ingin anak-anak saya nantinya tidak belajar dari saya bahwa sebagai seorang wanita harus memiliki eksistensi dan kaki untuk bisa berdiri sendiri dan bermanfaat bagi orang lain.

Nah lho, itu dilemma pribadi saya dan pastinya saya akan berfikir mencari jalan tengahnya dengan menemukan seorang pendamping yang bisa mengerti akan ketidaksederhanaan pengertian saya yang sederhana…

Intinya akan saya tutup bahwa…Hidup ini memiliki banyak pilihan dan jalan yang bisa ditempuh, be flexible…jadilah pribadi sebaik-baiknya menurut pandangan kita masing-masing dan keluarga…






Tidak ada komentar:

Posting Komentar